BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam dunia pendidikan saat ini,
peningkatan kualitas pembelajaran baik dalam penguasaan materi maupun metode
pembelajaran selalu diupayakan. Salah satu upaya yang dilakukan guru dalam
peningkatan kualitas pembelajaran yaitu dalam penyusunan berbagai macam skenario kegiatan
pembelajaran di kelas.
Pembelajaran merupakan
perpaduan antara kegiatan pengajaran yang dilakukan guru dan kegiatan belajar
yang dilakukan oleh siswa. Pembelajaran menggunakan diskusi kelompok sudah
sering dilakukan oleh guru, tetapi seperti apa pembelajaran kooperatif itu
sendiri, masih banyak guru yang belum mengetahuinya. Bahkan masih ada beberapa
guru yang mengalami kekeliruan mengenai cara penerapan serta materi-materi yang
sesuai dengan pembelajaran kooperatif.
Diharapkan, guru dapat menciptakan situasi belajar
sedemikian rupa sehingga siswa dapat bekerjasama dalam kelompok serta
mengembangkan wawasannya tentang pembelajaran kooperatif. Dalam istilah bahasa Indonesia istilah Cooperative Learning lebih sering dikenal dengan Pembelajaran
kooperatif. Menurut Johnson & Johnson (1994) Cooperative Learning adalah mengelompokkan siswa agar siswa dapat
bekerja sama dengan kemampuan secara maksimal yang mereka miliki dan
mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut. Tujuan
model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan
siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya, serta pengembangan
keterampilan sosial. Dari berbagai macam tipe model pembelajaran kooperatif,
salah satunya adalah tipe STAD (Student
Teams Achievement Divisions).
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan model pembelajaran kooperatif?
2. Apa
yang dimaksud dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)?
3. Apa
tujuan dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD?
4. Bagaimana
langkah-langkah dan persiapan-persiapan dalam penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD?
5. Apa
saja kelebihan dan kekurangan yang dimiliki model pembelajaran kooperatif tipe
STAD?
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui
dan menjelaskan pengertian model pembelajaran kooperatif.
2.
Mengetahui
dan menjelaskan pengertian model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
Divisions).
3.
Mengetahui
dan menjelaskan tujuan dari penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
4.
Mengetahui
dan menjelaskan langkah-langkah serta persiapan-persiapan dalam penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
5.
Mengetahui dan menjelaskan kelebihan
serta kekurangan yang dimiliki model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Model
Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson dalam Isjoni (2009)
pembelajaran kooperatif sebagai satu kaedah pengajaran. Kaedah ini merupakan
satu proses pembelajaran yang melibatkan siswa yang belajar dalam kumpulan yang
kecil. Setiap siswa di kelompok ini dikehendaki bekerjasama untuk
memperlengkapkan dan memperluaskan pembelajaran diri sendiri dan juga ahli yang
lain. Dalam kaedah ini, siswa – siswa akan dipecahkan kepada kelompok –
kelompok kecil dan menerima arahan dari guru untuk melaksanakan tugas yang
diberikan. Mereka dalam kelompok seterusnya diminta bekerjasama untuk
menyelesaikan tugas sehingga menghasilkan keja yang memuaskan.
Pembelajaran
kooperatif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu
secara bersama – sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok
atau satu tim. Slavin dalam Isjoni (2009) mengemukakan, “ In cooperative learning methods, student work together in four member
teams to master material initially presented by the teacher”. Dari uraian
tersebut dapat di kemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model
dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil yang
berjumlah 4 – 6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam
belajar.
Anita
Lie dalam Isjoni (2009) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah
pembelajaran gotong – royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas – tugas
yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, pembelajaran kooperatif hanya berjalan
kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa
bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah di tentukan.
Menurut
Johnson & dan Johnson dalam Isjoni (2009) pembelajaran kooperatif adalah mengelompokkan
siswa dalam kelas kedalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sma
dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain
dalam kelompok tersebut.
Kauchak
dan Eggen dalam Isjoni (2009) berpendapat pembelajaran kooperatif merupakan
strategi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaborasi
dalam mencapai tujuan.
Teori yang menjadi pendukung model
pembelajaran kooperatif ini adalah:
1.
Teori
konstruktivis Kognitif
Perkembangan
kognitif sebagian besar di tentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif anak
dengan lingkungan. Pengetahuan datang dari tindakan. Piaget yakin bahwa
pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan
perkembangan. Sementara itu bahwa interaksi social dengan teman sebaya,
khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang
pada akhirnya membuat pemikiran itu menjadi lebih logis. (Nur dalam Trianto,
2014)
Menurut
Piaget (Slavin dalam Trianto, 2014) perkembangan kognitif sebagian besar
bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi
dengan lingkungannya. Berikut ini implikasi penting dalam model pembelajaran
dari teori Piaget.
Teori Piaget
ini dikatakan mendukung model pembelajaran kooperatif, karena pada teori Piaget
ini di kemukakan bahwa pada interaksi sosial dengan teman sebaya, dapat
membantu perkembangan anak. Selain itu, Piaget mengasumsikan bahwa seluruh
siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung
pada kecepatan yang berbeda. Sebab itu guru mampu melakukan upaya untuk
mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil dari pada bentuk kelas yang
utuh. Hal ini menunjukan, teori ini mendukung pembelajaran kooperatif.
2.
Teori
kontruktivis sosial
Sumbangan
dari teori vigotsky adalah penekanan pada bakat sosio-kultural dalam
pembelajaran. Menurutnya pembelajaran terjadi saat anak bekerja dalam zona
perkembangan proksimal (zone of proximal
development). Zona perkembangan proksimal adalah tingkat perkembangan
sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang pada saat ini. Sedangkan Nur dan
Samami (Astuti dalam Isjoni, 2009) secara rinci mengemukakan yang di maksud
“Zona Perkembangan Proksimal” adalah jarak antara tingkat perkembangan
sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potensial.
Tingkat
perkembangan sesungguhnya adalah kemampuan pemecahan masalah secara mandiri
sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah kemempuan pemecahan masalah
dibawah bimbinga orang dewasa melalui kerja sama dengan teman sebaya yang lebih
mampu. Dengan demikin, tingkat perkembangan potensial dapat disalurka melalui
model pembelajaran kooperatif.
Ide penting
lain yang di turunkan Vykotsky adalah scaffolding,
yaitu memberikan sejumlah bantuan kepada anak pada tahap – tahap awal
pembelajaran, kemudian menguranginya dan memberi kesempatan kepada anak untuk
mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu. Bantuan tersebut berupa
petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah pada langkah – langkah
pemecahan, memberi contoh, ataupun hal – hal lain yang memungkinkan pelajar
tumbuh mandiri.
Dalam
teori Vygotsky dijelaskan ada hubungan langsung antara domain kognitif dengan
sosial budaya. Kualitas berpikir siswa dibangun di dalam rung kela, sedangkan
aktivitas sosialnya di kembangkan dalam bentuk kerja sama antara pelajar dengan
pelajar lainya yang lebih mampu di bawah bimbingan orang dewasa dalam hal ini
guru. Hal ini menunjukan dukungan teori kontruktivis sosial terhadap
pembelajaran kooperatif.
3.
Teori
Kognitivistik.;
David Ausuble adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut
Ausuble (1996) bahan pelajaran yang di pelajarai haruslah “bermakna” (Meaningful). Pembelajaran bermakna
merupakan suatu proses pengaitkan informasi baru pada konsep – konsep relevan
yang terdapat dalam struktur kognitif fakta – fakta, konsep – konsep, dalam generalisasi
– generalisasi yang telah di pelajari dan diingat siswa.
Suparno (dalam
Isjoni, 2009) mengatakan, pembelajaran bermakna adalah suatu proses
pembelajaran dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang
sudah dipunyai seseorang yang sedang dalam proses pembelajaran. Pembelajaran
bermakna terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam
struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan pelajar itu harus cocok dengan
kemempuan pelajar dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki
pelajar. Oleh karena itu, pelajar harus dikaitkan dengan konsep – konsep yang
sudah dimiliki siswa, sehingga konsep – konsep baru tersebut benar – benar
terserap olehnya. Dengan dengan demikian, faktor intelektual emosional siswa terlibta
dalam kegiatan pembelajaran.
Misalnya, dalam
hal pembelajaran sejarah, bukan hanya sekedar menekankan kepada pengertian
konsep – konsep sejarah belaka, tetapi bagaimana melaksanakan proses
pembelajarannya, dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran tersebut
sehingga pembelajaran terebut menjadi benar – benar bermakna. Dengan
pembelajaran kooperatif tentu materi sejarah yang di pelajarinya tidak
hanyasekedar menjadi sesuatu yang dihafal dan diingat, melainkan ada sesuatu
yang dapat di preaktekan dan dilatihkan dalam situasi nyata dan terlibat dalam
pemecahan masalah.
Dengan demikian, pembelajaran kooperatif akan dapat
mengusir rasa jenuh dan bosan. Menurut Ausubel, pemecahan masalah yang cocok
adalah lebih bermanfaat bagi siswa dan merupakan strategi yang efisien dalam
pembelajaran. Kekuatan dan kebermaknaan proses pemecahan masalah dalam pembelajaran
sejarah terletak pada kemampuan pelajar dalam mengambil peran dalam
kelompoknya. Untuk memperlancar proses tersebut di perlukan bimbingan langsung dari
guru, baik lisan maupun dengan contoh tindakan. Sedangkan siswa diberi
kebebasan untuk membangun pengetahuan sendiri.
2.2
Pengertian Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams
Achievement Divisions)
Student Teams Achievement Division (STAD) ini dikembangkan oleh Slavin, merupakan salah satu tipe
cooperative learning yang menekankan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu
dalam menguasai materi dan pencapaian prestasi secara maksimal, dan juga
merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang
sederhana dan baik untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif
dalam kelas, STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang
efektif.
Dalam Student Teams Achievement Division (STAD) para siswa
dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas 4 – 6 orang yang berbeda-beda
kemampuan, jenis kelamin, latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran,
lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim
menguasi pelajaran. Selanjutnya, Semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi
secara sendiri-sendiri, dimana pada saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk
saling membantu. Skor kuis para siswa dibandingkan dengan rata-rata pencapaian
mereka sebelumnya, dan kepada masing-masing tim akan diberikan poin berdasarkan
tingkat kemajuan yang diraih siswa dibandingkan hasil yang dicapai sebelumnya.
Poin ini kemudian dijumlahkan untuk memperoleh skor tim, dan tim yang berhasil
memenuhi kriteria tertentu akan mendapat sertifikat dan penghargaan lainnya.
Gagasan utama STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya dapat
saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasi pengetahuan yang
diajarkan oleh guru. Jika para siswa ingin agar timnya mendapatkan penghargaan
tim, mereka harus membantu teman satu timnya untuk mempelajari materinya. Meski
para siswa belajar bersama, mereka tidak boleh saling membantu dalam
mengerjakan kuis. Tiap siswa harus tahu materinya. Tanggung jawab individual seperti
ini memotivasi siswa untuk memberi penjelasan dengan baik satu sama lain, karena satu-satunya
cara bagi tim untuk berhasil adalah membuat anggota tim menguasai informasi
atau kemampuan yang diajarkan. Karena skor tim didasarkan pada kemajuan yang dibuat
anggotanya dibandingkan hasil yang dicapai sebelumnya, semua siswa mempunyai
kesempatan yang sama untuk manjadi bintang tim dalam minggu tersebut, baik
dengan memperoleh skor yang lebih tinggi dari rekor mereka sebelumnya maupun
dengan membuat jawaban kuis yang sempurna, yang selalu akan memberikan skor
maksimum tanpa menghiraukan rata-rata skor terakhir siswa.
2.3 Tujuan
dari Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Johnson
& dan Johnson (dalam trianto, 2014) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar
kooperatif ialah memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi
akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena
siswa bekerja dalam suatu tim, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki
hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan,
mengembangkan keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah (Louisell
& Descamps dalam Trianto, 2014)
Zamroni
(dalam Trianto, 2014) mengemukakan bahwa manfaat penerapan belajar kooperatif
yakni dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada
level individual. Di samping itu, belajar kooperatif dapat mengembangkan
solidaritas social dikalangan siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan
kelak akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang
dan memiliki solidaritas sosial yang kuat.
Pembelajaran
kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap
keragaman ras, budaya dan agama, strata social, kemampuan, dan ketidakmampuan
(Ibrahim, dkk dalam Trianto, 2014). Pembelajaran kooperatif memberikan peluang
kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk saling bergantung
satu sama lain atas tugas – tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur
perhargaan kooperatif, belajar untukmenghargai satu sama lain.
Jadi
inti dari tujuan pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan partisipasi
siswa, memfasilitasi siswa, dan memberikan kesempatan pada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa lainnya.
2.4 Langkah-Langkah
dan Persiapan-Persiapan dalam Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Penerapan Student Team Achievement Division (STAD) dalam
proses pembelajaran tidak jauh berbeda dengan tipe koopertif yang lain. Student
Team Achievement Division (STAD) mempunyai ciri khusus, yaitu pada akhir
pembelajaran guru memberikan kuis. Seperti hal pembelajaran lainnya, pembelajaran
kooperatif tipe STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum
kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain :
a) Perangkat Pembelajaran
Sebelum
melaksanakan kegiatan pembelajaran ini perlu dipersiapkan perangkat
pembelajarannya, yang meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), buku
siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta jawabannya.
b)
Membentuk kelompok
kooperatif
Menentukan
anggota kelompok diusahakan agar siswa dalam kelompok adalah heterogen dan antar
satu kelompok dengan kelompok lainnya relatif homogen. Apabila memungkinkan
kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras, agama, jenis kelamin dan latar
belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas ras dan latar belakang yang
relatif sama, maka pembentukan kelompok dapat didasarkan pada prestasi
akademis, yaitu :
1)
Siswa dalam mata pelajaran
dahulu dirangking sesuai kepandaian dalam setiap mata pelajaran. Tujuannya
adalah untuk mengurutkan siswa dan digunakan untuk mengelompokkan siswa ke
dalam kelompok.
2)
Menentukan tiga kelompok
dalam kelas yaitu kelompok atas, kelompok menengah dan kelompok bawah. Kelompok
atas sebanyak 25% dari seluruh siswa yang diambil rangking satu, kelompok
tengah 50% dari seluruh siswa yang diambil dari urutan setelah diambil kelompok
atas dan kelompok menengah.
c)
Menentukan skor awal
Skor awal
yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai ulangan sebelumnya.
Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya pada pembelajaran lebih
lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing individu dapat
dijadikan skor awal.
d) Pengaturan tempat duduk
Pengaturan
tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan baik, hal ini dilakukan
untuk menunjang keberhasilan model pembelajaran kooperatif apabila tidak ada pengatuiran
tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang menyebabkan gagalnya pembelajaran
pada kelas kooperatif.
e)
Kerja Kelompok
Untuk
mencegah adanya hambatan pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD terlebih dahulu
diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan untuk lebih jauh
mengenal masing-masing kelompok.
Slavin (dalam Isjoni, 2009) mengemukakan ada 5 langkah pelaksanaan
model pembelajaran kooperatif
tipe STAD ini, yaitu:
a.
Tahap penyajian materi.
Pada
tahap penyajian materi, guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus
dicapai pada hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang
akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan apersepsi dengan tujuan mengingatkan
siswa terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan
materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki. Mengenai
teknik penyajian materi pelajaran dapat dilakukan secara klasikal ataupun
melalui audiovisual. Lamanya presentasi dan berapa kali harus dipresentasikan
bergantung pada kekompleksan materi yang akan dibahas.
Dalam
menembangkan materi pembelajaran perlu
ditekankan hal-hal sebagai berikut: a) mengembangkan materi pada
pembelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari siswa dalam kelompok, b)
menekankankan bahwa belajar adalah memahami makna, dan bukan hapalan, c)
memberikan umpan balik sesering mungkin untuk mengontrol pemahaman siswa, d)
memberikan penjelasan emngapa jawaban pertanyaan itu benar atau salah, dan e)
beralih kepada materi selanjutnya apabila siswa telah memahami permasalahan
yang ada.
b.
Tahap kerja kelompok
Pada
tahap ini setiap siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari.
Dalam kerja kelompok siswa salin berbagi tugas, salimg membantu memberikan
penjelasan agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang dibahas, dan
satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru
berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok.
c. Tahap
tes individu
Untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai, diadakan tes secara
indivual, mengenai materi yang telah dibahas. Pada penelitian ini tes
individual diadakan pada akhir pertemuan kedua dan ketiga, masing-masing selama
10 menit agar siswa dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu
selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan individu ini didata dan
diarsipkan, yang akan digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.
d. Tahap perhitungan skor perkembangan individu
Pada tahap ini skor dihitung berdasarkan skor awal, dalam
penelitian ini, didasarkan pada nilai evaluasi hasil belajar semester I.
Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk
memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang
diperolehnya. Perhitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa
terpacu untuk memperoleh prestasi baik sesuai dengan kemempuannya.
Adapun menghitungan skor perkembangan individu pada penelitian ini
di ambil dari penskoran perkembangan individu yang dikemukakan oleh Slavin (1995)
seperti terlihat pada tabel berikut :
Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu
Skor
|
Skor
perkembangan individu
|
a.
Lebih dari 10 poin di
bawah skor awal
b.
10 hingga 1 poin di
bawah skor awal
c.
Skor awal sampai 10
poin di atasnya
d.
Lebih dari 10 poin di
atas skor awal
e.
Nilai sempurna (tidak
berdasarkan skor awal)
|
5
10
20
30
30
|
Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan
masing – masing perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai jumlah
anggota kelompoknya.
e. Tahap penghargaan
Pada tahap ini pemberian penghargaan diberikan berdasarkan
pemberian skor rata –rata yang di kategorikan menjadi kelompok baik, kelompok
hebat, kelompok super. Adapun kriteria yang digunakan untuk menentukan
pemberian penghargaan terhadap kelompok adalah sebagai berikut :
Rata – rata tim
|
Predikat
|
26 ≤ x ≤ 30
16 ≤ x ≤ 25
6 ≤ x ≤ 15
0 ≤ x ≤ 5
|
Tim super
Tim hebat
Tim baik
-
|
2.5
Kelebihan
dan Kekurangan Model Pembelajaran Tipe STAD
Adapun kelebihan
yang dimiliki model pembelajaran tipe STAD dalam penerapannya di kelas adalah:
1)
Meningkatkan motivasi belajar dan rasa
toleransi serta saling membantu dan mendukung dalam memecahkan masalah.
2)
Melatih siswa untuk dapat bekerja sama
dengan temannya dalam menyelesaikan suatu masalah.
3)
Interaksi antar siswa seiring dengan
peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
4)
Memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai, menghormati pribadi
temannya, dan menghargai pendapat orang lain.
5)
Siswa tidak terlalu
bergantung pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir
sendiri.
6)
Dapat mengembangkan prestasi siswa, baik
hasil tes yang dibuat guru maupun tes baku.
7)
Meningkatkan kecakapan individu
8)
Para
siswa lebih aktif bergabung dalam pembelajaran mereka dan lebih aktif dalam
diskusi.
Sedangkan
kekurangan yang dimiliki oleh model pembelajaran tipe STAD adalah :
1)
Siswa berprestasi rendah akan merasa
kecewa karena peran anggota yang pandai lebih dominan.
2)
Siswa yang kurang pandai dan kurang
rajin akan merasa minder berkerja sama dengan teman-teman yang lebih mampu dan
diangga rajin.
3)
Pemborosan waktu ketika berdiskusi.
4)
Siswa yang kurang pandai akan memiliki
peran yang sedikit dalam proses belajar.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran kooperatif berasal dari
kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama – sama dengan
saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Slavin
(dalam Isjoni, 2009) mengemukakan, “ In
cooperative learning methods, student work together in four member teams to
master material initially presented by the teacher”. Dari uraian tersebut
dapat di kemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model dimana
sistem belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok kecil yang berjumlah 4 – 6
orang secara kolaboratif sehingga dapat
merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar.
Kauchak dan Eggen (Azizah dalam
Isjoni, 2009) berpendapat pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaborasi dalam
mencapai tujuan.
Teori yang menjadi pendukung model
pembelajaran kooperatif ini adalah:
a.
Teori
konstruktivis Kognitif
b.
Teori
kontruktivis sosial
c.
Teori
Kognitivistik
Student Teams Achievement Division (STAD) ini dikembangkan oleh Slavin, merupakan salah satu tipe
cooperative learning yang menekankan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu
dalam menguasai materi dan pencapaian prestasi secara maksimal, dan juga
merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang
sederhana dan baik untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif
dalam kelas, STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang
efektif.
Tujuan
pembelajaran kooperatif adalah untuk meningkatkan partisipasi siswa,
memfasilitasi siswa, dan memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi
dan belajar bersama-sama siswa lainnya.
Seperti hal pembelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif tipe
STAD ini juga membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan.
Persiapan-persiapan tersebut antara lain :
1.
Perangkat Pembelajaran
2.
Membentuk kelompok
kooperatif
3.
Menentukan skor awal
4.
Pengaturan tempat duduk
5.
Kerja Kelompok
Slavin (dalam Isjoni, 2009) mengemukakan ada 5 langkah pelaksanaan
model pembelajaran kooperatif
tipe STAD ini, yaitu:
1.
Tahap penyajian materi
2.
Tahap kerja kelompok
3. Tahap
tes individu
4. Tahap perhitungan skor perkembangan individu
5.
Tahap penghargaan
Adapun kelebihan yang dimiliki model pembelajaran
tipe STAD dalam penerapannya di kelas adalah:
1.
Meningkatkan motivasi belajar dan rasa
toleransi serta saling membantu dan mendukung dalam memecahkan masalah.
2.
Melatih siswa untuk dapat bekerja sama
dengan temannya dalam menyelesaikan suatu masalah.
3.
Interaksi antar siswa seiring dengan
peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
4.
Siswa tidak terlalu
bergantung pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir
sendiri.
5.
Dapat mengembangkan prestasi siswa, baik
hasil tes yang dibuat guru maupun tes baku.
6.
Meningkatkan kecakapan individu
7.
Para
siswa lebih aktif bergabung dalam pembelajaran mereka dan lebih aktif dalam
diskusi.
Sedangkan
kekurangan yang dimiliki oleh model pembelajaran tipe STAD adalah :
1.
Siswa berprestasi rendah akan merasa
kecewa karena peran anggota yang pandai lebih dominan.
2.
Siswa yang kurang pandai dan kurang
rajin akan merasa minder berkerja sama dengan teman-teman yang lebih mampu dan
diangga rajin.
3.
Pemborosan waktu ketika berdiskusi.
4.
Siswa yang kurang pandai akan memiliki
peran yang sedikit dalam proses belajar.
Komentar
Posting Komentar